Ayo Kayuh Sepedamu!

Minggu (2/6) event internasional  Tour de Singkarak dimulai. Ini merupakan yang kelima kalinya TdS digelar. TdS merupakan event bagus sebagai bentuk kolaborasi menggenjot pariwisata dengan olahraga.

Ini merupakan balapan jalan raya jarak jauh. Sesuai dengan namanya, Singkarak yang merupakan danau terbesar di Sumatra Barat menjadi bagian dari jalur lintasan Tour de Singkarak. Selain itu, beberapa kawasan wisata lain juga menjadi bagian dari jalur lintasan, termasuk Lembah Harau, Danau Maninjau, Kelok 44 dan objek wisata lainnya.

Pada tahun ini sebanyak 220 pebalap sepeda dari 18 negara akan meramaikan ajang pacu sepeda. Menurut data panitia dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, para pebalap yang ambil bagian berasal dari 18 negara. TdS akan melombakan tujuh etape yang berjarak total 1.027 kilometer.

Total hadiah yang diperebutkan dalam ajang ini mencapai Rp1,2 miliar. Para pebalap akan melewati 17 kota dan kabubaten di Sumbar. Sejumlah negara yang ambil bagian di ajang TdS tahun ini yakni, Jepang, Iran, Singapura, Australia, Uzbekistan, Ukraina, Kirzigtan, Rusia, Taipe, Amerika Serikat, Jerman, Belanda, Brunei, Selandia Baru, Prancis, Malaysia, dan Indonesia sebagai tuan rumah.

Di banding tahun sebelumnya, TdS 2013 digarap lebih serius. Sejumlah helikopter disiapkan untuk trik pengambilan gambar di spot-spot yang telah ditentukan. Sejauh ini, TdS masuk sebagai 5 event balap sepeda dengan pengunjung terbanyak di dunia.

Pada TdS tahun lalu, pembalap Azad University, Iran, Pujol Munoz Oscar, menjadi juara. Pujol mampu menyelesaikan 14 etape yang berakhir di Padang. Ia menyisihkan 141 pembalap lainnya dari 25 tim yang turun di kejuaraan yang telah digelar keempat kalinya ini.

Menghadapi event tersebut, tim balap sepeda Sumatra Barat selaku tuan rumah tidak mau ketinggalan. Bahkan sudah ada tujuh pebalap yang ikut membela tim yang mengusung nama WTC Tuah Sakato.

Sayangnya, dari tujuh pebalap yang disiapkan itu lima di antaranya atlet ‘naturalisasi’ asal Surabaya. WTC Tuah Sakato cuma menyisakan dua pebalap  asli Sumbar. Dua pebalap itu, Eko Jonnaidi asal Payakumbuh dan Teguh Mintaraga asal Tanah Datar. Sedangkan lima pebalap impor itu, Eko Nur Bayu, Firman Hidayat, Nandra Eko Wahyudi, Selamat Juangga dan Dafid Dzuldiano.

Kendati sudah menjadi event tahunan, tapi tidak ada program yang jelas dari KONI, ISSI maupun Pemprov Sumbar dalam melahirkan pebalap potensial. Padahal menjadi kehormatan bagi seorang pebalap untuk berlaga di tingkat nasional apalagi TdS itu levelnya internasional.

Bicara pebalap Sumbar dulu masih ada nama Nurhayati. Ia merupakan Srikandi Indonesia untuk cabang balap sepeda. Ia bintang balap sepeda Indonesia asal Sumbar yang kemudian hengkang karena lebih memilih membela Yogyakarta.

Sumbar juga punya velodrome di Rimbo Data, tapi sepi. Pebalap takut berlatih di velodrome karena permukaan lapangannya kesat. Mereka takut ban sepeda cepat tipis. Sayang sekali jika sarana tersebut tidak dimanfaatkan untuk pengembangkan olahraga.

Tidak setiap daerah memiliki velodrome. Sumbar betul-betul beruntung memiliki sarana olaharaga tersebut. Jika saja velodorome itu bisa dimanfaatkan maksimal.

Sudahlah lupakan berbagai alasan itu. Sebaiknya kalau ada program yang jelas, tentu tidak setiap event mau digelar kesulitan mencari pebalap putra daerah potensial . Menciptakan seorang ‘Nurhayati’ dalam waktu yang singkat setahun atau dua tahun tidaklah mudah. Memang butuh waktu.

Akan tetapi, harus ada keinginan seluruh elemen terkait untuk membenahinya. Segera menyiapkan langkah kerja. Jangan sampai di setiap event TdS berlangsung, pebalap Sumbar selalu berada di nomor satu paling belakang. Lawan sudah sampai Bukittinggi, kita masih di Lubuk Alung juga. Sekarang TdS sudah di depan mata. Ayo kayuh sepedamu! Selamat bertanding. Kalah sekarang tidak apa-apa, esok harus lebih baik lagi. (*)

nb: Terbut di Harian Singgalang juni 2013